Nov 5, 2008

Kasar? Harsh? Kau faham ke?

So i've heard. Some people thinks that this is a very harsh blog. Unethical. And I should not published some of the things here. Really? Orang yang makan cili, dia akan rasa pedas barangkali. Aku dah agak dah sebenarnya. Memanglah begitu. Bukan semua akan suka apa aku tulis dan bukan semua benci juga. Korang ada hak untuk suka atau benci and vice versa. Well, aku menulis berdasarkan pengalaman dan wisdom yang aku ada. It can't be wrong cause I went through it and telling it here is with the niat of imparting wisdom. Tapi kalau tak disukai juga should I say that I would say "Fuck You!" to you now? Or you can actually guess it already that I will say: "Fuck you!" to you now? Tak apalah. Forget about it.

Soal etika kewartawanan masih jadi materi aku di sini. Entah kenapa, aku rasa masih perlu diperkatakan lagi. Harap-harap korang okay dengan entri ini. Niat hati nak educate reporter-reporter yang aku anggap gampang dengan harapan murni dan aku pasti, the day will come when kita akan melihat semula nilai-nilai yang mulia dalam kerja bidang kewartawanan ini.

Tapi sebelum itu, kita kena melawan ego sendiri dulu lah. Kalau anda wartawan, anda suka mengkritik, pastikan dada penuh ilmu sebab orang yang dikritik itu nak tak nak akan tersentuh emosinya dan di sinilah anda memerlukan justifikasi. Lebih bagus jika kritikan anda itu yang aku jangka dalam bentuk tulisan, ada fair comment. (Kalau anda lahir dari jurusan Media, Komunikasi atau Kewartawanan - anda akan faham apa yang aku maksudkan). Manakala wartawan yang tak ada pengetahuan tentang dan justification, fair comment, slander, libel dan defamation, silalah belajar. Masih belum terlambat.

Aku suka petik apa yang Datuk Johan Jaafar tulis di bawah ini:

Punca kerisauan elit politik terhadap media sebenarnya diperkukuhkan
oleh peristiwa Watergate di Amerika Syarikat (AS). Laporan penyiasatan
dua wartawan The Washington Post - Carl Bernstein dan Robert Woodward -
menumbangkan Presiden Amerika Syarikat ketika itu, Richard M Nixon.
Peristiwa itu berlaku pada 70-an, ketika itu sempadan dunia belum terbuka
luas. Alangkah primitifnya kaedah pendedahan Bernstein dan Woodward
berbanding dengan apa yang boleh dilakukan oleh whistle blowers dan
bloggers hari ini.
Ekoran peristiwa itu, tanggungjawab dan peranan media mula ditanyakan.
Saya suka menggunakan konsep accountability atau kebertanggungjawaban
apabila membicarakan soal ini. Bagi saya mungkin ada keperluan untuk
kawalan atau regulation yang munasabah tetapi media juga harus
bertanggungjawab dan melakukan self-regulation.
Wartawan ditentukan oleh kod etika yang bertulis, sedangkan pimpinan
politik hanya mempunyai pegangan yang dianggap prinsip dan dasar. Sering
pula pegangan itu berubah mengikut keadaan. Etika kewartawanan jelas
menghukum pengamal yang melanggarnya. Walaupun tekanan itu lebih bersifat
sanction daripada kelompok setara (peers) tetapi dalam profesyen yang
jumlah pengamalnya kecil, kod itu amat penting dijunjung. Datuk Johan Jaafar

(Berita Harian: 13/01/08)

Dulu masa aku di Harian Metro, kalau tak silap aku dalam tahun 1996. Masa ni aku tak graduate pun lagi dari UiTM. Aku berbicara dengan seorang lagi wartawan yang ada Degree MassComm (masa tu ITM) yang dibangga-banggakan sangat.

DIA: Kau jangan fikir kau tau pasal satu benda tu and kau anggap semua orang tahu.
AKU: Tapi kalau kau Entertainment Journalist and kau tak tahu siapa itu P Ramlee kan macam dosa tu?
DIA: Kau salah tu. Kalau dia wartawan, dia akan belajar.
AKU: Kalau dia jadi wartawan, kenapa dia tak belajar dulu?
DIA: Kau ingat semua orang tahu ke pasal Watergate?
AKU: Barangkali tidak, tapi orang yang dah graduate Mass Comm mesti lah tahu kan?
DIA: Hah...susahlah cakap dengan kau ni.

I was naive sungguh masa ni. I asked questions that I think were reasonable. Salah ke?

Now, bila aku fikir balik. Memang gampang reporter jenis macam tu. Suka sangat tegakkan benang yang basah. Kalau tak tahu cakap tak tahu and jangan segan untuk tanya. Tak salah kerana itu dunia kita, itulah dunia kewartawanan di mana ilmu yang kita kutip hari-hari akan kita hidangkan hari-hari juga.

Ramai sangat yang gampang masa tu.

Kenapa aku guna "Gampang"? Sebab dulu aku tak biasa guna: "Fuckers".

Okaylah. Take care.

Keep it cool. (Saying this to myself)

10 comments:

Anonymous said...

Sebab ni la mak saya larang saya jadi wartawan. Hanya sempat setahun saja. Sedih.

DonCorleone said...

Alahai Ted....pekerjaan wartawan itu masih mulia lah. It's only indivualistik punya hal aje ni.

Anonymous said...

teringat lirik MERPATI SEJOLI dari BUTTERFINGERS.

"wartawan hiburan......
pondan, homoseksual!.."

well, i guess readin yur writings, i guess i know wut it means.

Superzac said...

to be a great reporter, bersediahlah untuk dibenci masyarakat, because u will have to go to extra lengths to get things done..i know how u feel about some entertainment reporters..but i think takde this orang orang berani, the masyarakat sure takde story best..hehehe...tapi like u said, integerity people...ada limit...ah well..

DonCorleone said...

Superzac - I remember when the Ex CPO, Tun (Tan Sri backed then)shouted at me at the VIP lounge (Old Subang Airport) when he just landed after coming back from Asian Police Conference in 1991 when I asked him about the Inspector Ali Ariffin rape charges...He said: "Awak ni orang gila! How do you expect me to know semua orang dalam Police Force ni?" He was angry because he was not brief about the case when a bunch of reporters were so eager asking him about it. My question to him was: "You are the CPO. How come you don't know even when you were in Indonesia?" Kah kah kah....memanglah aku kena maki atas ignorance dia.


And about the Butterfingers' song - They rocked!!!!!!

Anonymous said...

ofcourse he was angry because you asked him about something that is not really significant. Dia baru balik dari Asian Police Conference, tanya lah something about that. Baru la ada makna.Was the rape question lebeh manfaat di ketahui oleh umum dari outcome of the conference? i get it, the rape news tu lebeh sensasi. Patutlah anda dimaki sebab your ignorance!

DonCorleone said...

Anonymous - What happened with Inspector Ali Ariffin was a huge impact to the Police Force at that time while Asianapol was an annual event by the Asian Police. News Value - What matters to the country didahulukan. That was not ignorance, but we were going for the "ultimate comment" by the IGP for the first time.

NST (26/02/1993)
ANXIETY is running high after 17-year-old Lim Bee Kuan, who has been missing for several weeks, failed to turn up in court yesterday to testify in a rape trial.
Efforts by the police and media to locate the key prosecution witness in the Inspector Ali Ariffin rape trial over the past week proved futile.
Yesterday, the case was further postponed to March 19.
Lim has failed to attend three hearings on Jan 12, 15 and yesterday.
City CID chief Assistant Commissioner Hassan Mutalip said they have not received any information on her whereabouts despite her disappearance being highlighted in the media.
On Wednesday, The Malay Mail spoke to her 80-year-old grandmother who was worried sick after learning of her disappearance.

*** And this is what an IGP should know about no matter where the hell he was at that time. Comprende?

JoDiane said...

dah jadi lumrah sesetengah manusia, tak mampu nak telan kebenaran. ;) suka hidup di awang-awangan jauh dari realiti hidup.

m.addyhadzari said...

Kepada Insan Anonymous -
kalo lu seorg reporter...
Perkataan "reporter GAMPANG" memang layak dihadiahkan oleh don corleone kepada insan seperti lu... coz what : tgk la priority,org nak tau ape IGP tu nak buat kat event tu ke @ sape kene rogol n sape kene tangkap...

kalo lu seorang rakyat yang hanya membaca @ menonton...
barangkali (ayat dari don corleone yg aku suka nak guna) lu patut cuba luaskan lagi sempadan info yang ingin dilayan...

DonCorleone said...

Rock on Addy my man.

Nov 5, 2008

Kasar? Harsh? Kau faham ke?

So i've heard. Some people thinks that this is a very harsh blog. Unethical. And I should not published some of the things here. Really? Orang yang makan cili, dia akan rasa pedas barangkali. Aku dah agak dah sebenarnya. Memanglah begitu. Bukan semua akan suka apa aku tulis dan bukan semua benci juga. Korang ada hak untuk suka atau benci and vice versa. Well, aku menulis berdasarkan pengalaman dan wisdom yang aku ada. It can't be wrong cause I went through it and telling it here is with the niat of imparting wisdom. Tapi kalau tak disukai juga should I say that I would say "Fuck You!" to you now? Or you can actually guess it already that I will say: "Fuck you!" to you now? Tak apalah. Forget about it.

Soal etika kewartawanan masih jadi materi aku di sini. Entah kenapa, aku rasa masih perlu diperkatakan lagi. Harap-harap korang okay dengan entri ini. Niat hati nak educate reporter-reporter yang aku anggap gampang dengan harapan murni dan aku pasti, the day will come when kita akan melihat semula nilai-nilai yang mulia dalam kerja bidang kewartawanan ini.

Tapi sebelum itu, kita kena melawan ego sendiri dulu lah. Kalau anda wartawan, anda suka mengkritik, pastikan dada penuh ilmu sebab orang yang dikritik itu nak tak nak akan tersentuh emosinya dan di sinilah anda memerlukan justifikasi. Lebih bagus jika kritikan anda itu yang aku jangka dalam bentuk tulisan, ada fair comment. (Kalau anda lahir dari jurusan Media, Komunikasi atau Kewartawanan - anda akan faham apa yang aku maksudkan). Manakala wartawan yang tak ada pengetahuan tentang dan justification, fair comment, slander, libel dan defamation, silalah belajar. Masih belum terlambat.

Aku suka petik apa yang Datuk Johan Jaafar tulis di bawah ini:

Punca kerisauan elit politik terhadap media sebenarnya diperkukuhkan
oleh peristiwa Watergate di Amerika Syarikat (AS). Laporan penyiasatan
dua wartawan The Washington Post - Carl Bernstein dan Robert Woodward -
menumbangkan Presiden Amerika Syarikat ketika itu, Richard M Nixon.
Peristiwa itu berlaku pada 70-an, ketika itu sempadan dunia belum terbuka
luas. Alangkah primitifnya kaedah pendedahan Bernstein dan Woodward
berbanding dengan apa yang boleh dilakukan oleh whistle blowers dan
bloggers hari ini.
Ekoran peristiwa itu, tanggungjawab dan peranan media mula ditanyakan.
Saya suka menggunakan konsep accountability atau kebertanggungjawaban
apabila membicarakan soal ini. Bagi saya mungkin ada keperluan untuk
kawalan atau regulation yang munasabah tetapi media juga harus
bertanggungjawab dan melakukan self-regulation.
Wartawan ditentukan oleh kod etika yang bertulis, sedangkan pimpinan
politik hanya mempunyai pegangan yang dianggap prinsip dan dasar. Sering
pula pegangan itu berubah mengikut keadaan. Etika kewartawanan jelas
menghukum pengamal yang melanggarnya. Walaupun tekanan itu lebih bersifat
sanction daripada kelompok setara (peers) tetapi dalam profesyen yang
jumlah pengamalnya kecil, kod itu amat penting dijunjung. Datuk Johan Jaafar

(Berita Harian: 13/01/08)

Dulu masa aku di Harian Metro, kalau tak silap aku dalam tahun 1996. Masa ni aku tak graduate pun lagi dari UiTM. Aku berbicara dengan seorang lagi wartawan yang ada Degree MassComm (masa tu ITM) yang dibangga-banggakan sangat.

DIA: Kau jangan fikir kau tau pasal satu benda tu and kau anggap semua orang tahu.
AKU: Tapi kalau kau Entertainment Journalist and kau tak tahu siapa itu P Ramlee kan macam dosa tu?
DIA: Kau salah tu. Kalau dia wartawan, dia akan belajar.
AKU: Kalau dia jadi wartawan, kenapa dia tak belajar dulu?
DIA: Kau ingat semua orang tahu ke pasal Watergate?
AKU: Barangkali tidak, tapi orang yang dah graduate Mass Comm mesti lah tahu kan?
DIA: Hah...susahlah cakap dengan kau ni.

I was naive sungguh masa ni. I asked questions that I think were reasonable. Salah ke?

Now, bila aku fikir balik. Memang gampang reporter jenis macam tu. Suka sangat tegakkan benang yang basah. Kalau tak tahu cakap tak tahu and jangan segan untuk tanya. Tak salah kerana itu dunia kita, itulah dunia kewartawanan di mana ilmu yang kita kutip hari-hari akan kita hidangkan hari-hari juga.

Ramai sangat yang gampang masa tu.

Kenapa aku guna "Gampang"? Sebab dulu aku tak biasa guna: "Fuckers".

Okaylah. Take care.

Keep it cool. (Saying this to myself)

10 comments:

Anonymous said...

Sebab ni la mak saya larang saya jadi wartawan. Hanya sempat setahun saja. Sedih.

DonCorleone said...

Alahai Ted....pekerjaan wartawan itu masih mulia lah. It's only indivualistik punya hal aje ni.

Anonymous said...

teringat lirik MERPATI SEJOLI dari BUTTERFINGERS.

"wartawan hiburan......
pondan, homoseksual!.."

well, i guess readin yur writings, i guess i know wut it means.

Superzac said...

to be a great reporter, bersediahlah untuk dibenci masyarakat, because u will have to go to extra lengths to get things done..i know how u feel about some entertainment reporters..but i think takde this orang orang berani, the masyarakat sure takde story best..hehehe...tapi like u said, integerity people...ada limit...ah well..

DonCorleone said...

Superzac - I remember when the Ex CPO, Tun (Tan Sri backed then)shouted at me at the VIP lounge (Old Subang Airport) when he just landed after coming back from Asian Police Conference in 1991 when I asked him about the Inspector Ali Ariffin rape charges...He said: "Awak ni orang gila! How do you expect me to know semua orang dalam Police Force ni?" He was angry because he was not brief about the case when a bunch of reporters were so eager asking him about it. My question to him was: "You are the CPO. How come you don't know even when you were in Indonesia?" Kah kah kah....memanglah aku kena maki atas ignorance dia.


And about the Butterfingers' song - They rocked!!!!!!

Anonymous said...

ofcourse he was angry because you asked him about something that is not really significant. Dia baru balik dari Asian Police Conference, tanya lah something about that. Baru la ada makna.Was the rape question lebeh manfaat di ketahui oleh umum dari outcome of the conference? i get it, the rape news tu lebeh sensasi. Patutlah anda dimaki sebab your ignorance!

DonCorleone said...

Anonymous - What happened with Inspector Ali Ariffin was a huge impact to the Police Force at that time while Asianapol was an annual event by the Asian Police. News Value - What matters to the country didahulukan. That was not ignorance, but we were going for the "ultimate comment" by the IGP for the first time.

NST (26/02/1993)
ANXIETY is running high after 17-year-old Lim Bee Kuan, who has been missing for several weeks, failed to turn up in court yesterday to testify in a rape trial.
Efforts by the police and media to locate the key prosecution witness in the Inspector Ali Ariffin rape trial over the past week proved futile.
Yesterday, the case was further postponed to March 19.
Lim has failed to attend three hearings on Jan 12, 15 and yesterday.
City CID chief Assistant Commissioner Hassan Mutalip said they have not received any information on her whereabouts despite her disappearance being highlighted in the media.
On Wednesday, The Malay Mail spoke to her 80-year-old grandmother who was worried sick after learning of her disappearance.

*** And this is what an IGP should know about no matter where the hell he was at that time. Comprende?

JoDiane said...

dah jadi lumrah sesetengah manusia, tak mampu nak telan kebenaran. ;) suka hidup di awang-awangan jauh dari realiti hidup.

m.addyhadzari said...

Kepada Insan Anonymous -
kalo lu seorg reporter...
Perkataan "reporter GAMPANG" memang layak dihadiahkan oleh don corleone kepada insan seperti lu... coz what : tgk la priority,org nak tau ape IGP tu nak buat kat event tu ke @ sape kene rogol n sape kene tangkap...

kalo lu seorang rakyat yang hanya membaca @ menonton...
barangkali (ayat dari don corleone yg aku suka nak guna) lu patut cuba luaskan lagi sempadan info yang ingin dilayan...

DonCorleone said...

Rock on Addy my man.